Minggu, 24 Juni 2012

12:00 PM - 1 comment

Naik Kelas

23 Juni 2012, kemarin Sabtu adalah penerimaan rapor. Oke, disini aku enggak mau nulis diary tentang raporku yang cocok buat dijadiin layangan. Tetapi mau nulis tentang beberapa hal yang mengganjal di hati. Bingung antara sedih, marah, dan senang. Yah, aku enggak mau nyebutinnya. Mungkinkah ini "Galau" ? Kata yang entah darimana asalnya dan siapa orangtuanya.

Setelah beberapa hari mengalami trauma masuk sekolah, karena takut enggak naik kelas. Bagaimana mungkin sekolah menuntut muridnya untuk berprestasi jika sekolah sendiri membuat sang murid "Trauma" untuk hadir ? Itu seperti pacar yang selalu menuntut untuk dikasih perhatian namun dia sendiri tidak memikirkan hati kekasihnya. Yap, sebelumnya udah aku bahas tentang sekolah di postingan "Sekolah". Kalau masih ada umur panjang, mungkin kalian sempet ngebuka. Kalau enggak juga nggak apa-apa, hidup-hidup kalian bukan urusanku.

Setelah rapor diterima, jika orang rajin akan melihat daftar nilai duluan. Jika orang cerdas maka ia akan liat Nama pada rapor, kan ga lucu kalau selebrasi jadiin gedung DPR sebagai api unggun, ternyata itu bukan rapormu. Nah, dan orang yang kurang rajin pasti akan liat pojok bawah kanan. Ya tulisan naik kelas atau tidak. Setelah aku tengok ke arah sana, NAIK KE KELAS XII !!

Tapi emang sih setiap tahun itu ada yang terpaksa tidak naik kelas. Dan hal itu terjadi pada teman deketku. Dia terpaksa harus mengulang tahun ini. Sebagai teman dekat, jujur aku sedikit emosi akan hal ini. Tentang keterpurukan pendidikan di negeriku sendiri. Bukan karena dia yang tidak naik kelas, melainkan karena orang-orang yang naik kelas dengan tidak bersih. Kenapa temanku itu tidak bisa naik kelas ? Siapa yang bisa disalahkan atas semua ini ?

Untuk sekedar penggambaran tentang temanku ini. Dia salah satu orang terjujur yang pernah aku temui. Dia orang yang memegang teguh cita-citanya. Dia orang yang bertanggung jawab. Dia orang yang sabar. Dia orang yang rajin. Dia lakukan cara bersih untuk semua apa yang dia inginkan. Dia adalah sosok pemimpin yang bisa diandalkan. Lalu kenapa dia bisa tidak naik kelas ? Yap, karena dia mengutamakan kejujuran diatas segalanya.

1. Sekolah
Memang sekolah tidak bisa dikatakan bersalah, namun tidak bisa juga dikatakan tidak bersalah. Mereka membuat peraturan-peraturan dan semua murid menjalankannya. Guru yang pelit akan nilai ? Mungkin. Karena dia tidak naik karena "Nilai Angka". Dan darimana nilai angka itu didapat ? Dari kejadian yang dinamakan ulangan. Memang  jika dipikir, sedikit tidak adil. Apakah semua orang yang mendapat nilai baik itu dijamin bisa dan mengerti tentang apa yang diajarkan ? Masih ada unsur keberuntungan. Dan unsur keberuntugan itu berbeda setiap orang.

2. Teman-teman Sekitar
Seperti yang aku bahas di Postingan "Sekolah". Murid sekarang banyak banget yang menggunakan berbagai cara untuk mencapai nilai yang diinginkan, termasuk hal yang kotor. Karena aku menjadi murid juga, aku ngerti hasil yang didapat 90% murid itu bukanlah hasil bersih. Dan temanku ini, termasuk dalam 10%. Oke fine kalau 10% itu orang yang rajin dan pintar. Tapi apakah semua seperti itu ? Tidak semuanya juga sob. Karena murid-murid 90% itu mendapat nilai yang indah, mungkin guru-guru menganggapnya semua anak didiknya paham akan pelajarannya. Dan menganggap murid-murid dibawah 10% itu tertinggal. Memang si 90% itu tidak salah, mereka mementingkan dunia kok daripada akhirat. Itu hak mereka.


Tapi apakah adil ? Jika anak yang kerjaannya bermain, tidak terlalu memperhatikan pelajaran, tapi mendapat nilai indah dengan cara yang tidak patut. Sementara anak yang mengutamakan Lesnya, selalu mencatat pelajaran, dan belajar sekeras mungkin malah mendapat nilai yang tidak sesuai, hanya karena kejujurannya dalam memperoleh nilai. Emang sih lucu pendidikan di negeriku, sekarang Syarat Aman Naik Kelas adalah Berani Curang. Enggak kaget kalau jebolan sekolah yang jadi wakil-wakil jiwa di atas sana, tingkah lakunya hanya berujung kecurangan demi kenikmatan dunia.

Kalian yang seperti itu harusnya malu. Malah sok peduli ama yang nggak naik kelas, dengan kata-kata yang nenangin. Kalau kata si Tulus sih, "Berkata tapi tak Berkaca". Seandainya kalian punya sifat seperti temenku tadi, apakah nilai kalian bisa lebih baik daripada dia ? Kalau iya, buktiin ! Cara yang kalian lakuin, semua orang bisa seperti itu. Namun cara yang temanku lakuin, tidak semua orang bisa seperti itu. Emang kali ini yang kalian lakuin menghasilkan hasil yang cerah. Namun jangan kaget jika kelak di masa depan, kalian terlihat menyedihkan jika dibandingkan temanku ini.


Maaf, bukan bermaksud menyinggung orang tertentu. Aku cuma nulis untuk orang banyak.

pesan untuk kawanku :
Tetep kibarkan semangat sob. Kau beruntung diberi kesempatan untuk memperbaiki masa lalu. Gunakan sebaik-baiknya. Gausah malu, kamu jauh lebih membanggakan dibanding orang-orang itu. Samurai lebih penting dalam peperangan dibanding pipa plastik. Tetap jaga karakter, gausah lakuin nasehat kosong.
To : U.N.A

1 komentar:

Posting Komentar