Senin, 12 September 2016

12:27 AM - No comments

Dua Setengah Bulan

“Beri aku kesempatan untuk bisa merindukanmu, jangan datang terus.
Beri juga aku ruang bebas dan sendiri, jangan ada terus.
Aku butuh tahu seberapa kubutuh kamu, percayalah rindu itu baik untuk kita.”
Familier sama petikan lirik diatas ? Yep, lagu dari Tulus, seorang penyanyi pertama yang berhasil bikin Ibundaku tercinta nyalahin anaknya karena ga cerita ada konser Tulus di Solo. Padahal sejak jaman pacaran udah diangkut nonton konser God Bless dan Power Metal sama si Ayahanda, dan ketika menua hampir tiap hari dengerin Arctic Monkeys, Paramore, sampai Bring Me the Horizon di mobil yang disupirin anaknya. Kenapa malah Tulus..

Terlepas dari itu, kita semua akuin, Tulus itu keren, banget, wow. Entah kenapa dia bisa berhasil mengobrak – abrik paten sudut pandang lagu mainstream kebanyakan. Karena biasanya lagu yang lain bicara soal : memuji lawan jenis, sedih LDR, hingga diselingkuhin sama temen sendiri. Lagu punya Tulus selalu bawa pandangan baru seperti : Jangan Cintai Aku Apa Adanya, Gajah, sampai yang terbaru dia minta ceweknya buat jangan deket-deket dia. Itu keren.

This time, we’re not going to criticize something, we’re going to talk about what I’ve done in Jogja for two and a half month..

Buat yang belum tau, aku di Jogja ini bukan dalam rangka napak tilas spot-spot AADC2 seperti yang ditawarkan banyak biro pariwisata, bukan juga ngelakuin hal kopong semacem duduk di pojok perempatan UGM berharap ada cewek UGM yang tertarik dan minta dilamar. Aku ngelakuin hal yang bermanfaat buat mahasiswa menjelang tua gini, yep Kerja Praktek, atau orang awam lebih familier dengan kata ‘magang’.

Sebelumnya, memutuskan untuk memilih Jogja dan menjadi ikan sarden yang lepas dari kawanan itu bukan hal yang sepele. Sepele sih, tapi juga nggak juga, relatif tinggal bandinginnya apa. Ini jadi ga ada apa-apanya dibandingin memutuskan pilih mana antara Citra Kirana atau Bripda Ricca Khalmas ketika mereka sama-sama bilang sayang. Tapi untuk kasus kedua, sepertinya hampir ga akan kejadian, kalaupun kejadian, aku milih Ninda..

Adaptasi, mana ada sih yang awalnya enak. Ketika Si Kecil dan anak anak laknat pada bergerak ke utara, disini bergerak ke barat sendirian. Ga sendiri juga sih, ga mungkin kan naik kereta sendirian di satu kereta. Enak banget kalau bisa sendirian bawa kereta, mungkin malem mingguan bisa jemput naik kereta, dan habisin malem mingguan berdua petak umpet di dalem kereta. Lalu kita bisa upload di path yang ga kalah keren dibanding malem mingguan di alun-alun main becak lampu..

Mungkin udah terlalu lama, kebiasaan, hidup ada yang ngurusin, sehari dua hari di kosan itu rasanya hampa banget. Iya 'banget', penekanan yang jujur. Pulang dari aktivitas biasanya dirumah ada orang, tinggal ngegeletak di depan TV, nyalain TV, tidur, dan menjelang maghrib udah diteriakin suruh bangun ke masjid. Sementara disini, pulang, naruh tas sembarangan, lempar celana dan baju secara random, tidur ngegeletak, ketiduran, bangun-bangun maghrib udah hampir isya. Sepi..

Iya seperti di postingan sebelumnya, ini juga bukan sepenuhnya jadi anak kos layaknya perantau-perantau pada umumnya juga sih. Iya karena disini juga kosan jadi satu sama rumah tante, jadi kalau mau tidur di rumah tante juga ga masalah. Tapi enggak, itu ga menantang. Ibarat maen game, posisiku sebenernya milih difficulty yang medium sih. Sengeyel-ngeyelnya, tetep gabisa ngerasain difficulty hard, dimana bisa ngalamin krisis keuangan sampai berusaha makan sekali sehari buat menyambung hidup di akhir bulan, atau ngalamin kejadian masak mie dengan direbus sampai 30 menit, biar itu mie ngembang dan bisa sebungkus buat 3 hari. Enggak, ga bisa semacem itu, karena setiap waktu makan, si Tante maksain buat makan bareng sekalian. Okee, gabisa nolak..

Ketika masih di Solo, kadang main ke kamar temen kosan dan melihat kondisi yang berantakan itu juga memicu keluarnya cibiran-cibiran dari mulut. Semacem, "Berantakan banget sih, kamarmu habis dipake medang perang tawuran antar TK ya..", Meskipun kita tahu juga ketika TK kepunyaan Upin Ipin kalau ketemu sama TK Internasional yang siswanya lebih mahir bahasa Inggris dibanding bahasa lokal, mau berantem pun malah direkam sama mamah mamah muda hitz, yang kemudian diupload di IG dengan caption yang mengharap like. Dikira #puppyfight mungkin yaa..

Setelah beberapa hari ngerasain rasanya punya kos, maka kondisi yang menakjubkan pun terjadi :
Kondisi Kamar, hari keberapa sampai terakhir..

Entah kenapa, view semacem ini selalu disadari kehancurannya ketika mau ngunci pintu buat berangkat ke kantor. Setiap mau berangkat, selalu aja tertunduk sedih, pasrah, dan berserah..
"Astaghfirullah, what a mess, who did this to my room.."
*It's all your fools, dumb.*
"Should I clean it up ?"
*No, You'll have more time later..*
"Okay, I will clean it later.."
Oke, aku angkat topi buat kalian yang berhasil mempertahankan keindahan kamar kos kalian, terutama buat para lelaki. Ini hal yang sulit..

Mungkin bakal kangen sama Gembi, kucing ceper yang tiba-tiba masuk dan ngendus apa aja di kamar
Selain masalah penataan kamar yang ternyata lebih susah di praktekan dibanding dirancang diatas selembar kertas, ada masalah psikis yang juga mendera. Iya, kesepian.. Serius, sepi banget ketika pulang capek, buka pintu dan cuma disambut kasur. Malem hari pun jadi waktu yang ingin sesegera mungkin dipangkas, dan sialnya jadi anak magang adalah ga banyak urusan yang harus dibawa pulang. Main GTA V bersamaan dengan telpon koala semarang juga bukan ide yang bagus, tapi sepi rasanya kalau cuma salah satu yang dilakuin.

Hal lain yang bisa dilakukan buat ngalahin sepi itu dengerin musik. Cukup bersyukur karena perangkat audio yang biasa kepasang di kamar rumah, ikut diangkut ke kosan kecil ini. Tapi masalah kembali mendera ketika nggak setiap 4 menit muncul lagu baru yang bisa didengerin di dunia ini. Kuping ini udah gamau lagi dengerin lagu yang sama diputer beberapa kali, alhasil explore lagu baru pun terus jalan. Bahkan aku sekarang udah punya koleksi lengkap lagu-lagu NDX AKA, buat yang belum tau, silahkan search lagu-lagu mereka dan coba dengerin. Emang mungkin bagi sebagian orang yang idealis soal selera musik, bakal mencemooh. But seriously, kenapa sih harus gengsi sama musik yang kita denger. Kalian gabakal nemuin lirik absurd semacem ini di musik yang 'katanya' mahal..
"Jaremu nek ra FU, kowe ora I love you. Jaremu nek ra Ninja, kowe ora cinta.." -Kimcil Kepolen, NDX AKA
Tapi terlepas dari segala kekacauan yang bikin aku salut sama kalian yang berhasil sejauh ini bertahan sebagai anak kos rantau, pada akhirnya kita bakal kangen sama segala masalah dan kekacauan yang kita alami selama hidup sendiri. Siapa sih yang ga kangen dengan segala cerita yang udah dilaluin. Itu juga salah satu latar belakang orang mementingkan selfie diatas menikmati pemandangan tanpa gadget. Itu juga alasan orang memilih menulis di blog receh semacem ini..

Mungkin bakal kangen suasana sepinya stasiun ketika nunggu kereta komuter paling malam
Penuhnya ketika balik di saat yang tidak tepat
Tentu hal yang paling dikangenin setelah ini adalah aktivitas prioritas kenapa kita berkelana..
Sebuah kantor kecil yang suasananya tenang banget buat ngerjain sesuatu
Tim Kecil yang jadi pengganti temen kuliah sehari-hari
Dan mbak-mbak semeja yang tiap hari bawa Oatchoco tapi gapernah dimakan
Oke, mungkin itu tadi beberapa gambar yang mungkin beberapa tahun lagi bakalan memicu memori buat diinterpretasi oleh hati memunculkan rasa rindu. Bicara soal rindu, kita balik ke lagu Tulus diatas. Iya, aku sepakat sepenuhnya dengan apa pendapat dari Tulus di lagu tersebut. Kita mungkin bakal lupa buat menghargai suatu kondisi, ketika kita terus-terusan berada di kondisi tersebut. Ga akan seseorang nikmatin enaknya es teh manis ketika dia ada di Inggris dan selalu gendong galon es teh buat diminum kalau haus. Lagian, boleh ga sih orang gendong galon masuk Inggris ?