9:54 PM -
No comments


Menurutku Dia Itu...
"Stood and puffed your chest out like you'd never lost a war.Although I tried so not to suffer the indignity of a reaction,
there was no crack to grasp or gaps to claw."
Kalian ada yang udah pernah denger band dengan nama 'Arctic Monkeys' ? Coba deh, check lagu-lagunya. Recommended banget. banget. banget.
Itu tadi cuplikan dari salah satu lagunya yg berjudul "Crying Lightning". Lirik lagu mereka emang sophisticated banget. (kebanyakan banget kata 'banget' yaa). Mereka banyak banget make kata-kata yang nggak lazim, dan jarang dipake buat sebuah lagu. Kata yang mereka gunakan ini lebih sering digunain buat skripsi dibanding buat ngungkapin cinta pada umumnya.
Macem di lagu Do I wanna know, "Simmer down and pucker up. I'm sorry to interrupt, it's just I'm constantly on the cusp of trying to kiss you.". Susah kan dipahami ? Padahal dia intinya cuma mau ngungkapin kalau dia mau nge-kiss ceweknya. Bisa kalian bayangin ga, seandainya jadi ceweknya ini orang ? Jalan ke mall udah cantik pake baju gaul ala seleb inbox tapi harus bawa tas carrier buat wadah kamus bahasa 50 triliun.
Sebagian besar lagu-lagunya emang ditulis sama Alex Turner, si vokalis sekaligus lead gitar.
![]() |
Gini nih yang kadang bikin nyesel jadi cowok, Nggak ada kesempatan macarin orang keren gini.. *plak* |
Gimana sih cara kalian menilai orang lain ?
Setiap orang hidup dan pernah bersosialisasi tentu pernah kan menilai orang lain ?
Oke, di kesempatan kali ini, di tulisan acak-acakan ini aku emang bakal ngebahas soal menilai orang lain. Tapi kali ini beda, aku bakalan ngebahas bagaimana dampak "Orang Kedua" dalam sebuah penilaian. Hmmm, orang kedua ini emang nggak se nge-hits macem "Orang Ketiga" di sebuah hubungan dua insan yang sok saling memiliki, dan "Orang Sebelah" di asrama IPB.
"Tok, tok, tok.."
"Siapa ?"
"Orang sebelah.."
"Sebelah mana ?"
"Sebelah hati yang terinfeksi harapan palsu.." *LemparTetehBurjo*
Pertama-tama, kita sesuaikan pandangan dulu. Orang kedua adalah orang yang kita ajak ngomong. Atau bisa dibilang, orang yang biasa kita panggil "Kamu", "Lo", "Kowe", "Koen", atau pada level sepasang kekasih yang terpapar terlalu banyak gas metana, bakalan muncul sebuah pergeseran makna seperti, "Bunda Bebzkuh" dan "Ayah Bebzkuh". Jijik emang, aku harap kalian paham.
Pernah belum kalian ketemu temen kalian dan mulai membicarakan tentang orang lain ? Sering. Pasti. Nggak ada orang yang mengeluh, "Aku bosen nih nggosip". Mungkin buat kalian yang ngeluh gitu, coba cek deh, ngaca deh. Jangan-jangan kalian ini seorang malaikat. Sebuah makhluk yang nggak punya nafsu, termasuk nafsu ingin tahu hal-hal yang sebenernya harus dirahasiakan. Aib. Dan berbahagialah kita manusia, karena kita diberi kemudahan untuk bahagia lewat hal-hal se-sederhana ini. Tapi tunggu aja siksanya besok..
Sadar nggak, apa yang diucapkan oleh orang kedua ketika membicarakan soal orang lain itu menjadi sebuah dasar teori yang kita gunakan dalam sebuah penilaian. Hmm, ketika sebuah dasar teori berasal dari sebuah penelitian jangka panjang dan berbagai macam pengujian verifikasi, mungkin penilaian yang kita lakukan akan lebih bisa mendekati kebenaran. Tapi gimana seandainya dasar teorinya berasal dari sebuah ke-sotoy-an yang massif dan tak berujung ? Dan gimana jadinya seandainya dasar teorinya merupakan hasil copas dari dasar teori lain yang level sotoy-nya saling beradu ?
Emang parah banget ulah orang kedua ini seandainya dia melakukan ini. Ini semacem ngelempar tai ke orang lain, dan mbersihin tangannya ke kaos kita. Iyaa, dia bersih dan bisa melenggang tanpa bau. Tapi kita ? Dan orang lain yang dilempar ? Pyuuuuh, mungkin kita bakalan di boikot sama aliansi satpam mall se-Subosukowonosraten gara-gara ulah orang kedua ini. Dan kalian yang bukan anak PWK, mungkin bakalan bingung sama subosukowonosraten..
Contoh nih :
O2 : "Eh, eh, tau nggak cowok itu ? Dia tuh hobi banget PHP orang, playboy banget lah pokoknya."
O1 : "Macacih, Nem ?"
O2 : "Iyaa, dia tuh suka gonta-ganti cewek. Kemaren dia boncengan sama cewek sekelasnya, kemaren lusa dia boncengan sama anak SMA, ini tadi dia boncengan sama tante-tante gitu."
O1 : "Waah, bahaya juga ya cowok gitu itu."
O2 : "Makanya, kamu kudu ati-ati sama dia. Bisa aja abis ini ngincer kamu."
Padahal faktanya, cewek sekelasnya itu pacarnya yang udah 5 tahun jadian, anak SMA itu adiknya, dan tante-tante itu mamahnya.
Nggak usah mengelak deh, hal semacem itu sering banget kejadian. Dan apa yang terjadi kemudian ? Apapun yang dilakukan si cowok yang lagi didiskusikan itu bakalan terlihat negatif semuanya di mata si cewek yang nggak sadar kalau dia lagi di brainwash. Misal si cowok lagi latian futsal, si cewek ini bakal mikir, "Aaah, itu paling buat tebar pesona". Misal si cowok lagi ngeband, "Aaah, pantes playboy. Anak band biasa.". Nggak akan muncul pikiran positif seperti misal si cowok ini masuk ke WC cewek, "Waah, dia emang cowok idaman. Dia mau ngebersihin WC cewek yang seharusnya bukan tanggung jawab dia."
Kalau kata-kata Cak Nun sih, "Nabi Muhammad itu orang yang paling beruntung karena nggak dikaruniai kemampuan untuk mengerti Aksara."
Paham nggak letak 'Beruntung'nya itu di sebelah mana ? Seandainya kita nggak paham aksara, kita nggak bakal bisa baca tulisan-tulisan tentang orang lain yang ditulis oleh orang kedua. Karena itu kita juga bakalan bisa menilai orang lain, murni berdasarkan apa yang kita rasakan tentang orang itu. Bukan dari sumber lain, bukan dari data sekunder. Tapi data primer, hasil pengamatan sendiri.
Bayangin seandainya kita bisa menilai seperti itu caranya..
Apa untungnya sih emang mengenal orang lain nggak lewat orang kedua ? Banyak.
Di tulisan sebelumnya, aku nyeritain gimana mengagumkannya setiap orang di dunia itu. Ketika kita nggak terpengaruh sama kata-kata orang kedua, kita bakalan bisa mengenal orang lain lebih dalam lagi. Kita nggak akan terkena jebakan kacamata kuda yang diberikan oleh orang kedua. Mengenal orang lain, memahami orang lain lebih dalem itu bikin hidup kita lebih bahagia. Karena nggak ada pikiran negatif soal orang lain yang bukan pada tempat dan waktu yang tepat.
Semisal dikelas nih, ada 40 orang. Dan orang kedua yang kita temui, dia ngungkapin pandangannya dia soal 38 orang lain di kelas ini. Dan ke-38 orang ini dia ungkapin negatif semua. Kira-kira bakalan sebahagia apa kita ketika terjebak di perspektif orang kedua yang sableng ini ? Mau ngobrol sama orang yang ini, pikiran kita udah menolak untuk mau karena alasan blablabla. Mau ngobrol sama orang yang itu, pikiran kita juga menolak untuk terbuka karena alasan blablabla. Selamat, kalian bakalan ngalamin kelas yang berasa seperti berisi babi-babi oik-oik ngooook..
Jadi, masih mau percaya apa kata orang kedua ? Masih mau terpengaruh dengan kata-kata orang kedua ?
Mungkin ini emang jadi sifat dasar orang. Membicarakan orang lain, mengungkapkan penilaiannya terhadap orang lain. Dan terpengaruh oleh penilaian orang kedua emang lebih gampang dilakukan dibandingkan memahami sendiri seorang yang belum kita berikan penilaian. Tapi meskipun ribet dan butuh waktu yang panjang, itu berharga, pasti. Jangan sampai orang lain ini merasakan apa yang dikatakan mas Alex Turner tadi,
Although I tried so not to suffer the indignity of a reaction,there was no crack to grasp or gaps to claw
Terus gimana seandainya kita berada di posisi sebagai "Orang Kedua" ini ? Sederhana aja, berikan dasar penilaian yang kuat dan di awal kalian memberikan penilaian, jangan lupa memberikan pembuka :
"MENURUTKU, Dia itu..."
0 komentar:
Posting Komentar